"Abi" Panggilan untuk Sosok Imamku

11 November 2016

"Abi" Panggilan untuk Sosok Imamkuby : Vegia Vanadya



Ntah mengapa baru baru ini aku begitu berani membicarakan cinta, padahal aku sendiri tak mengerti betul untuk apa cinta ? Mengapa cinta dilahirkan ? Dan bagaimana cara mencintai ?
Baru baru ini pula aku mulai menggoreskan lagi tinta yang sebelumnya sudah lama tak ku sentuh hingga menyisakan usang di sekat sekat rak buku yang berserakan..

Atau mungkin sendi yang melingkari jari mulai jenuh melihat gejolak sekujur tubuh yang malas dan selalu tersipuh pada titik beku yang kaku..


Dari sudut pagar di halaman rumah tampak seorang wanita jelita tengah asyik menyoretkan tintah hitamnya dengan ditemani burung yang berkicauan seakan bernyanyi bahagia . Namun, beberapa saat kala itu seorang gadis berkedung merah maroon yang berusia 20 tahun terlihat kalut terbawa senjanya awan dan lamunan yg kusut..
Iya, Dia adalah seorang gadis yang tahun lalu di khitbah oleh pria kelahiran pulau A yang sampai detik ini adalah imam untuknya..

Sajak demi sajak terlantur di dalam kanpas putih bersih..
Seperti cerita yang beralur tak menentu..
Seperti merpati yang terbang dengan sebelah sayapnya...
Dan angin yang ingin selalu menari ketika daun mendampingi, namun gersang berserakan..
Itu lah yang sedang dirasakan oleh kalbu nya kala itu, ketika lisan ingin melunturkan aksara yang terlintas di antara angin yang menyapanya, ia tak mampu berdaya untuk memikirkan diksi yang bisa memadukannya ..

"Umi ???" Seketika suara yg terdengar perkasa itu memecahkan kesunyian dari ruang tamu yang tak jauh dari halaman istana kecil yang begitu damai menurutku ..
Iya tentu saja dia adalah seorang pangeran yang sudah satu tahun berlangsung bersama denganku.. Pendamping sekaligus teman yang selalu menjadi payung ketika hujan mencoba membasahi dinding dinding kalbuku.. Dan mencoba merangkai liku liku kehidupanku menjadi krangka yang tepat untuk ku pijak. Dia tak lain adalah seorang imam yang aku panggil dengan sebutan "abi"

Sosok yang tak pernah kuduga akan bersama denganku itu adalah dia laki laki yg selama ini memperhatikan ku dari kejauhan.. kamipun tak pernah saling menyapa untuk menyatakan cinta di kala itu, dia hanya mengirimku pesan dengan menulis namanya dan setelah itu hilang seakan dia tak pernah melirikku..

Abi adalah sosok yg sangat memahami hobi ku.. Namun tak bisa dipungkiri bahwa tokoh aku hanya akan melukiskan tintanya ketika ia berada pada situasi yg membuatnya ingin merangkai diksi -diksinya..

"Andai saja seseorang berkenan untuk menemani raga ini memijakkan telapak kaki untuk hanya mendaki sebuah puncak gunung di sana ? " lisanku bergumam kecil seakan memberi kode yang begitu pas untuk seorang lelaki yang berada 2 meter di hadapanku..
Seperti itulah Abi.. Dia adalah lelaki yang hanya akan menjawab ketika aku yang memulai tuk bertanya.. Yang hanya berakata "ayo pergi" ketika aku memulai mengajak.. Sungguh dia adalah imam yang tak banyak bicara, imam yg begitu bersamanya aku merasa bahwa aku seorang ratu di istana kecil kami.

Sungguh, aku tau bahwa setiap orang tak ada yang sempurna.. Dan sosok Abi benar benar membawaku dimana aku selalu bisa menjadi seorang wanita istimewa untuk bisa menutupi kekurangan satu sama lain..
Dengan sendu matanya yg begitu damai, dia mulai menatapku seakan jawaban "iya" akan terucap..

Tentu saja, apa yang telintas di anganku benar terjadi.. Dia mengganggukkan kepalanya dengan snyuman manis seakan dia begitu mencintaiku..
Aku mencoba pula tuk membalas senyumnya dari kursi depan yg tak jauh darinya itu seakan berakata bahwa aku juga benar benar mencintainya..
Menurutku mendaki sebuah puncak gunung adalah analogi dimana aku bisa bersama melewati perjuangan bersama mereka yang memiliki satu tujuan denganku yang tak sedikit rintangan akan datang menghampiri.. Iya, tentu saja aku mengajaknya karena aku tau, dia adalah orang yg akan menemaniku untuk melangkah di atas duri duri kehidupan yg akan ada.

Hari itu dimana senja mulai menyapa bumi untuk memanglingkan dekapan awan agar beristirahat.. Dan gerumunan bintang mencoba merayu burung burung untuk menyinari langit yang mulai kelam..

Tepat pukul 20.00, aku dan Abi sedang menunggu pemandu yg akan membawa kami ke bawah kaki gunung.. Namun, tiba tiba bintang seakan memudar dan rintik- rintik air langit mencoba membasahi bumi yang tak berdaya.. Akankah pendakian aku dan Abi ditunda ? :')
                        ******
"Driiiing... Driiiing" Begitu mengagetkan.. Pukul 02.00 dini hari hp diatas meja usang yang berserakan buku buku di sudut kos gadis semseter 7 itu berdering seakan mengembalikan dirinya dari khayalan akan "Abi dan Umi" di dalam cerita.. Gadis yg tengah menyelesaikan tugas akhir semester ini hanya terbawa suasana diheningnya malam yang menyisakan embun sehingga kekalutan akan tugas akhir berubah menjadi cerita romantis yang tak nyata itu..


Alur yang begitu sederhana

Seperti sebuah kehidupan yang awalnya tak tau apa itu cinta dan ketulusan..

Tak tau apa itu sebuah kasih dan indahnya rasa syukur

Takkan ada kesempurnaan ketika raga enggan tuk menerima apa yang terlihat

Cinta akan menumbuhkan sebuah akar yang kokoh..

Dimana..

Ketika kita menanam kepercayaan kemudian dipupuk dengan doa ..

Ketika kita sanggup berjalan berdampingan menuju tujuan..

Ketika kita siap menyelimuti kekurangan dengan harumnya rasa ikhlas..

Dan ketika kita mengasihi tanpa tapi..


Tak mengapa jika hati yang masih sepi tetap untuk bersabar menanti kekasih hati..

Tak mengapa pula jika hati yang telah di isi selalu bersedia untuk mengasihi..

               Terimakasih telah berkenan untuk membaca.. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Aku Mengira Kau adalah Jodohku

Sepenggal Diri

Karena Jodoh takkan Pernah Terduga